Senin, 22 September 2008

Menjadi Pribadi Kharismatik


Orang yang memiliki kepribadian kharismatik adalah orang yang inspiratif, setiap perkataan dan tindakannya menyentuh hati, serta mendorong orang lain untuk menghormati dan memuliakannya. Dia betul-betul mengerti cara berinteraksi dengan orangorang yang memiliki berbagai tuntutan dan kebutuhan, sehingga dengan pengertiannya itu, dia mampu membentangkan kemurahan hatinya, kemuliaan sifatnya, dan ketulusan sikapnya. Karena itulah dia sanggup menelusuri relung-relung jiwa dan lorong-lorong hati kita, dengan tutur katanya yang memukau maupun perasaan dan sikapnya yang menyejukkan. Orang-orang di sekitarnya tak pernah bosan bergaul dengannya, bahkan sebaliknya, mereka selalu ingin duduk bersamanya dan rindu untuk selalu bertemu dengannya.

Buku ini berusaha mengungkap sifat-sifat menawan tersebut, merenungkan ragam sisinya, merinci keistimewaannya, dan kemudian menunjukkan jalan yang dapat Anda tempuh untuk menjadi pribadi yang kharismatik dan menawan. Saya tidak mendaku bahwa saya akan memberikan Anda kesenangan berupa kepribadaian menarik, atau menghadiahkan Anda jampi-jampi atau mantera yang dapat menjadikan Anda sebagai pribadi yang memikat. Semua yang akan saya persembahkan kepada Anda adalah prilaku-prilaku yang logis dan nyata. Saya akan menunjukkan Anda kebiasaan-kebiasaan yang dimiliki oleh manusia-manusia besar, kebiasaan-kebiasaan yang dapat menjadikan seseorang semakin menarik, serta mendorong hati ke arah kepribadian yang menawan.

Dalam buku ini, Anda tidak akan menemukan “aturan baku” sebuah kepribadian menawan ataupun baju yang bila dipakai maka secara otomatis dapat menjadikan Anda bintang di tengah-tengah masyarakat! Tidak akan! Buku ini hanya berusaha mengembangkan kepribadian Anda, menunjukkan potensi-potensi kekuatan dan jaring-jaring penyakit dalam jiwa Anda.

Yang perlu Anda lakukan hanyalah merenungkan prilakuprilaku tersebut beserta keistimewaannya. Anda hanya perlu melihat sejauh mana ia realistis dan nyata menurut pandangan Anda. Dan setelah itu Anda hanya perlu segera mempraktekkannya.Semoga Allah SWT memberkahi langkah Anda!

Senin, 21 Juli 2008

Jangan Gelisah! [50 Langkah Mengatasi Kegelisahan, Ketegangan dan Tekanan Jiwa]



Di dunia ini tidak ada seorang manusia pun yang tidak merasakan kegelisahan. Kalau kita melihat seluruh makhluk yang hidup di muka bumi ini akan kita dapati bahwa manusia dengan tabiatnya senantiasa dipengaruhi oleh kompleksitas ketakutan yang menuntunnya ke ambang kegelisahan.

Orang-orang di sekeliling kita—bahkan dalam diri kita sendiri—, baik besar, kecil, laki-laki maupun perempuan, semuanya merasakan ketakutan atau kegelisahan; kegelisahan merupakan fenomena umum dan ciri khas yang hanya dimiliki manusia. Hal ini kiranya memerlukan semacam kesadaran dari kita guna memikirkan kiat-kiat untuk menghindarinya, paling tidak dengan itu kita bisa membayangkan kejadian-kejadian yang belum terjadi dan bagaimana cara menanggulanginya. Sebab pada hakikatnya kegelisahan merupakan reaksi natural terhadap faktor-faktor dan pengaruh-pengaruh internal maupun eksternal.

Tabiat kehidupan dunia adalah penderitaan, kesedihan dan kesusahan. Kondisi-kondisi yang meliputi manusia tidak pernah ‘kering’ dari kesedihan atas masalah yang telah dilalui, atau kegelisahan atas masalah yang sedang menghantui, atau kecemasan atas masalah yang akan diarungi. Ini sesuai dengan firman Allah SWT:

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah.” [QS. al-Balad: 4]

Setiap orang, sesuai dengan kemampuannya masing-masing, berupaya mengekspresikan kegelisahannya sebagai akibat dari pengaruh-pengaruh emosional reaktif yang dikhayalkan akan mengancam kehidupan atau ketenangannya.

Tentu saja kegelisahan yang dialami setiap orang tidaklah sama, tergantung kepribadian, kebutuhan, keadaan, dan tanggung jawab masing-masing. Di samping kondisi masa kini serta tingkat keberagamaan mereka.

Di masa lalu, marabahaya yang ditakutkan berupa kelaparan, penyakit, perbudakan, peperangan dan bencana-bencana alam yang menggiring manusia kepada kegelisahan. Sementara saat ini terdapat banyak sekali motif yang menjadi pemicu ketakutan. Secara garis besar; seiring dengan komplikasi peradaban, cepatnya laju perkembangan teknologi dan sosial, sulitnya untuk beradaptasi dengan pembentukan budaya yang sangat mengejutkan, perubahan-perubahan besar yang terjadi pada alam atau negara-negara atau setiap individu dari kita, perselisihan dalam rumah tangga, sulitnya mewujudkan keinginan-keinginan pribadi karena godaan-godaan dan cobaan-cobaan hidup yang semakin kuat, lemahnya nilai-nilai keagamaan pada sebagian orang—yang mana ini merupakan faktor terpenting dan utama—, lahirnya banyak ideologi dan konflik, benturan pemikiran dan kebudayaan, bahkan enggannya sebagian orang untuk menjalankan ajaran-ajaran agama, munculnya upaya-upaya untuk menjauhkan agama dari kehidupan manusia serta ketidakjelasan tujuan, seiring dengan itu semua, kegelisahan datang menghimpit banyak orang sehingga ia menjadi penyakit jiwa yang umum terjadi dan sekaligus menjadi pemicu bagi timbulnya penyakit-penyakit jiwa lainnya.

Selain itu, bertambahnya tingkat ketergantungan terhadap dunia berikut materi-materinya telah menjadi ancaman terbesar bagi manusia, yang mana dia menjadi sasaran ‘empuk’ ketakutan dan kegelisahan.

Kegelisahan dan ketakutan yang terjadi secara berulang-ulang—seperti ditegaskan oleh banyak peneliti—akan berakumulasi di dalam diri manusia hingga meluap dan efek-efeknya dapat dirasakan oleh tubuh. Sebagaimana endapan lumpur yang terus-menerus mengikuti alur sungai untuk kemudian berakumulasi secara perlahan di dasarnya, dan ketika kuantitasnya melebihi daya tampung alur sungai tersebut, maka ia akan merubah alur sungai yang membawanya itu sehingga terjadilah banjir yang menyebarkan marabahaya dan kerugian.


Kegelisahan Merupakan Penyakit yang Paling Sering Terjadi di Dunia!!

Kegelisahan merupakan penyakit jiwa yang paling sering terjadi di masyarakat, bahkan jumlah orang yang rutin melakukan pemeriksaan jiwa dan saraf, serta mereka yang mengalami problem-problem psikologis—terutama kegelisahan—terus bertambah. Hal ini ditegaskan oleh penelitian-penelitian yang dilakukan di Amerika dan Inggris. Badan statistik di Amerika mengungkapkan bahwa 85% orang yang sakit jiwa terkena kegelisahan. Secara umum kegelisahan terjadi pada anak-anak kecil, atau pada masa-masa puber dan awal-awal menginjak dewasa, atau pada orang-orang yang sudah lanjut usia, atau juga pada sebagian besar siswa dan pelajar. Di Inggris, misalnya, ditemukan bahwa jumlah mahasiswa yang terkena kegelisahan mencapai 9%, dan jumlah mahasiswi mencapai 14%. Sedangkan di Saudi Arabia, para peneliti menemukan bahwa jumlah orang yang secara rutin melakukan pemeriksaan kajiwaan karena kegelisahan mencapai 14.8%, ini selain mereka yang memang enggan mendatangi para psikiater untuk konsultasi. Di antara mereka bahkan ada yang berusaha menutup-nutupi kegelisahan yang dideritanya dengan penyakit-penyakit lain yang kadang-kadang kambuh meskipun sudah diobati, seperti luka pada lambung, usus besar (kolon), sembelit, bertambahnya asam, serangan jantung, tekanan darah tinggi, asma, TBC paru-paru, radang rongga, migrain (sakit kepada separuh), deman, nyeri otot, kemandulan, kelainan seksual dan seterusnya. Banyak orang yang terlihat merintih karena penyakit-penyakit seperti itu, padahal sebenarnya mereka merintih karena jiwanya yang berduka atau tidak stabil.

Kegelisahan tidak lain adalah reaksi natural psikologis dan phisiologis akibat ketegangan saraf dan kondisi-kondisi kritis atau tidak menyenangkan. Pada masing-masing orang terdapat reaksi yang berbeda dengan yang lain, tergantung faktor-faktornya, dan itu wajar. Adapun bahwa manusia selalu merasa gelisah hingga membuatnya mengeluarkan keringat dingin, jantungnya berdetak sangat kencang, tekanan darahnya naik pada kondisi apa pun; maka ini sebenarnya sudah melewati batas rasional.

Sebenarnya terdapat “kegelisahan” yang dibutuhkan untuk menumbuhkan semangat dalam menghadapi tantangan, untuk menjaga keseimbangan dinamika internal atau untuk meneguhkan diri, bahkan untuk menggapai ketenangan jiwa—yang merupakan tujuan setiap manusia—dan untuk meraih kesuksesan dalam mengarungi kehidupan. Inilah yang disebut dengan “kegelisahan positif” (al-qalq al-îjâbîy); seperti kegelisahan seorang siswa sebelum ujian sehingga memotivasinya untuk belajar, kegelisahan seorang ibu akan anaknya yang masih kecil sehingga mendorongnya untuk menjaganya dari marabahaya, juga kegelisahan seorang muslim dan kekuatirannya akan tumbuhnya kemalasan beribadah dalam dirinya sehingga mendorongnya untuk selalu taat, beristighfar dan bertaubat.

Sedangkan “kegelisahan negatif” (al-qalq as-salabîy) adalah kegelisahan yang berlebih-lebihan, atau yang melewati batas, yaitu kegelisahan yang berhenti pada titik merasakan kelemahan, di mana orang yang mengalaminya sama sekali tidak bisa melakukan perubahan positif atau langkah-langkah konkret untuk berubah atau mencapai tujuan yang diinginkan, yaitu kegelisahan dalam ‘menanti-nanti’ sesuatu yang tidak jelas atau tidak ada. Tentu saja hal ini merupakan ancaman bagi eksistensi manusia sebagai kesatuan yang integral.

“Kegelisahan positif” merupakan dasar kehidupan atau sebagai kesadaran yang dapat menjadi spirit dalam memecahkan banyak permasalahan, atau sebagai tanda peringatan, kehati-hatian dan kewaspadaan terhadap bahaya-bahaya atau hal-hal yang datang secara tiba-tiba dan tak terduga. Ia juga merupakan kekuatan dalam menghadapi kondisi-kondisi baru dan dapat membantu dalam beradaptasi. Singkatnya, ia merupakan faktor penting yang dibutuhkan manusia. Sedangkan “kegelisahan negatif” jelas sangat membahayakan, seperti gula pada darah; ketika ketinggian kadarnya membahayakan kesehatan manusia.

Seorang muslim dituntut untuk selalu menjaga keseimbangan dalam hidupnya, sebab dia sedang hidup dalam suasana yang sarat dengan kesusahan, penderitaan, peperangan, hal-hal yang tidak terduga dan mengejutkan. “Kegelisahan negatif” akan mendorong seseorang, melalui hubungan timbal balik dengan lingkungan dan masyarakatnya, kepada penurunan tingkat produktivitas dan ketidakharmonisan dengan masyarakatnya tersebut, yang karena itu akan membawa dampak yang tidak diinginkan bagi kesehatannya; ia merupakan faktor yang dapat meruntuhkan kepribadian, produktivitas dan keharmonisan interaksi sosial.

Kita memang tidak mungkin dapat menghentikan terjadinya segala peristiwa. Kesedihan, kegelisahan, ketakutan dan perasaan-perasaan lainnya tidak bisa dienyahkan dari kehidupan manusia. Suatu hal yang mungkin bisa kita lakukan adalah merubah bentuk-bentuk dan pengertian-pengertiannya, kemudian mencernanya dan merubahnya dari yang semula negatif menjadi positif. Manusialah yang membuat pengertian-pengertiannya dan dia jualah yang selanjutnya memberikan gambaran yang dikehendaki.

Buku yang ada di tangan Anda ini—pembaca yang budiman—merupakan petunjuk teknis dengan gaya bahasa yang ilmiah dan mudah untuk mengenal lebih jauh tentang kegelisahan dan cara menanggulangi kegelisahan negatif.

Dalam buku ini Anda akan mengetahui definisi kegelisahan secara ilmiah, berikut macam-macamnya, tingkatan-tingkatannya, faktor-faktornya, pengaruh-pengaruhnya terhadap kesehatan dan sosial, sebagaimana juga membahas tentang cara menghindarinya, atau sarana-sarana dan langkah-langkah untuk melawan kegelisahan negatif, disertai fakta-fakta yang menunjukkan keberadaan kegelisahan dalam masyarakat. Kemudian di akhir pembahasan Anda akan menemukan suplemen tentang cara-cara menghindari kondisi kegelisahan karena ujian kelulusan bagi para pelajar, juga tentang rileksasi (pengenduran otot) berikut faedah-faedah, cara dan sarana untuk melatihnya, yang juga disertai azimat berdasar petunjuk agama.

Tetapi hal yang perlu ditekankan di sini, pembaca budiman, seharusnya Anda meneguhkan kehendak Anda dengan ditopang oleh keimanan kepada Allah SWT guna melakukan perubahan yang efektif dan berprilaku positif. Pengetahuan memang bisa dianggap separuh pengobatan atau langkah penting menuju kesembuhan, namun ia akan menjadi tidak berarti sama sekali tanpa diikuti oleh prilaku dan perubahan positif sesuai dengan dasar-dasar prosedur yang legal dan benar. Pengetahuan dan prilaku adalah dua hal yang saling melengkapi.

Seorang pujangga berkata:

Dan aku tidak melihat setelah kekuatan Allah Ta’ala seperti kekuatan anak Adam bila berkehendak

Bahkan yang lain berkata:

Dan aku tidak melihat pada manusia sebuah aib seperti kurangnya orang-orang yang mampu untuk [melakukan sesuatu dengan] sempurna

Ya, orang yang menginginkan kebahagiaan akan bahagia, dan orang yang menginginkan kesembuhan akan sembuh, dan semua itu atas kehendak Allah SWT. Dia berfirman:

Maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, dia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.” [QS. Thâhâ: 123]

Dan [demi] jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu [jalan] kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” [QS. asy-Syams: 7 – 10]

Adapun orang yang memberikan [hartanya di jalan Allah] dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka Kami kelak akan menyiapkan baginya [jalan] yang sukar.” [QS. al-Lail: 5 – 10]

Sukses Dunia-Akhirat dengan Introspeksi




Segala peristiwa dan kejadian yang berlalu perlu kita renungi untuk kita introspeksi, kita nilai, atau bahkan kita rancang lagi menjadi baru seperti sedia kala. Jika setiap tahunnya sebuah perusahaan atau yayasan mengadakan evaluasi tahunan guna mengetahui keuntungan dan kerugian, termasuk juga mencari kesalahan yang lewat untuk kemudian memperbaikinya, maka sepatutnya hal itu kita praktekkan dalam kehidupan kita, karena kehidupan dunia tak ubahnya tempat perdagangan orang-orang saleh, dunia membuat kita antara untung dan rugi; kebahagiaan akan diraih oleh orang yang mengakhiri kehidupan dengan kesuksesan akhirat, sedangkan kemelaratan akan mendera orang yang mengakhiri dunianya dengan kerugian. Setiap perbuatan kita, baik perkataan maupun pikiran, harus selalu kita introspeksi setiap hari, atau bila perlu setiap waktu. Allah SWT telah berfirman:

Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyak generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka, padahal [generasi itu] telah Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepadamu, dan Kami curahkan hujan yang lebat atas mereka dan Kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka, kemudian Kami binasakan mereka karena dosa mereka sendiri, dan Kami ciptakan sesudah mereka generasi yang lain.” [QS. al-Mujâdilah: 6]

Dalam firman-Nya yang lain disebutkan:

Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang [tertulis] di dalamnya, dan mereka berkata: ‘Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak [pula] yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang pun jua.” [QS. al-Kahfi: 49]

Sebagaimana Allah SWT dan Rasulullah saw beserta orang-orang mukmin yang lain akan melihat amal perbuatan kita. Hal ini ditegaskan dalam al-Qur`an:

Dan Katakanlah: ‘Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada [Allah] Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.’” [QS. at-Taubah: 105]

Dan akan datang hari di mana kita dihisab di depan Allah, kita semua akan diadili oleh diri kita masing-masing. Allah SWT berfirman:

Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu.” [QS. al-Isrâ`: 14]

Pada intinya, setiap manusia mempunyai banyak kesempatan untuk melakukan introspeksi. Seperti bulan Ramadhan dalam setahun, hari Jum’at dalam seminggu, dan juga rentang waktu sebelum tidur dalam sehari. Sudah selayaknya kesempatan itu kita jadikan momen untuk introspeksi dan merenungi hakekat diri kita sendiri.


Sabtu, 26 April 2008

Membela Perempuan; Antara Hak, Peran dan Tanggung Jawab



Seruan memperluas cakrawala keterlibatan sosial perempuan muncul bertitik tolak dari kesadaran terhadap multiperan yang dimainkannya sepanjang sejarah di satu sisi, dan pengetahuan menyeluruh terhadap peningkatan kualitasnya dalam masyarakat masa kini di sisi lain.


Dalam buku ini Dr. Jaber Asfour—seorang pemikir, kritikus sekaligus ketua Pusat Penerjemahan dan ketua Komite Kebudayaan di Majelis Nasional Perempuan—menyerukan pentingnya kesadaran untuk mengatasi masalah-masalah kronis warisan masa lalu yang mencerminkan kedengkian terhadap perempuan.


Selain itu, penulis juga menegaskan pentingnya perlawanan terhadap masalah-masalah yang muncul akibat kerumitan masa kini, atau yang timbul dari upaya sebagian orang yang mencoba menyudutkan peran perempuan. Dia menegaskan bahwa masalah perempuan adalah salah satu dari banyak masalah yang paling mendesak di masa kini, yaitu masa yang marak dengan penganiayaan terhadap hak-hak perempuan serta pengurangan peran nyatanya dalam kehidupan sosial dan politik.


Dalam pembelaannya terhadap perempuan penulis mengajak kita berkeliling ke berbagai masalah, di antaranya adalah pemuliaan Islam terhadap perempuan dan pemberian hak-haknya secara sempurna, berikut celaannya terhadap orang-orang berpandangan keras dan sempit, yaitu mereka yang mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah bagi perempuan, sembari mengajak kita melihat panorama indah perjuangan kaum perempuan sepanjang sejarah yang di dalamnya mereka tampil sebagai pahlawan-pahlawan abadi yang berjuang melawan kelaliman, kediktatoran dan penjajahan.

__________________________

Dr. Jaber Asfour

- Lahir di Mahala 1944, Republik Arab Mesir. Memperoleh gelar doktor dari Departemen Bahasa Arab Fakultas Sastra-Universitas Cairo dengan predikat suma cumlaude pada tahun 1973. Mengajar di sejumlah universitas Arab dan internasional, di antaranya Universitas Cairo, Universitas Sanaa, Universitas Kuwait, Universitas Wisconsin-Madison di Amerika Serikat, Universitas Acetkohelm-Sweden, Universitas Harvard-Amerika Serikat. Menjadi pembimbing pengajaran bahasa Arab bagi orang-orang asing di sejumlah pusat studi bahasa.
- Menduduki beberapa jabatan penting, di antaranya: sekretaris jenderal Majelis Tertinggi Kebudayaan, ketua Bidang Bahasa Arab di Fakultas Sastra Universitas Cairo, dekan pembantu di Fakultas Sastra Universitas Kuwait, direktur Pusat Penerjemahan Nasional sejak 28 – 03 – 2007 M. Menjadi anggota di beberapa organisasi spesialisasi Arab, di antaranya: Majelis Nasional Perempuan, Komite Kebudayaan dan Informasi, Komite Sastra dan Studi Bahasa di Perpustakaan Alexandria sejak pembentukannya, Organisasi Sastra Mesir, Persatuan Penulis di Cairo, sekaligus anggota di berbagai Komite Arbitrasi Penghargaan Nasional Arab: State Incentive Awards di Mesir, Prize Foundation of Scientific Progress di Kuwait, Sultan al-Owais Prize di Emirates. Dan anggota Dewan Konsulatif beberapa proyek di bawah naungan UNESCO, Universitas Liga Arab dan Universitas Kuwait.
- Menjadi pembimbing bagi banyak tesis Master dan disertasi Doktoral tentang studi-studi kritik, retorika dan analisis teks.
- Aktif mengikuti konferensi-konferensi Arab dan internasional tentang sastra-kritik di berbagai ibu kota dunia.
- Memperoleh banyak penghargaan ilmiah, di antaranya: Penghargaan Buku Terbaik dalam studi kritik dari Menteri Kebudayaan Mesir (1984), Penghargaan Buku Terbaik dalam studi-studi sastra dari Kuwait Foundation for the Advancement of Science (1985), Penghargaan Buku Terbaik dalam studi-studi kemanusiaan pada Pameran Buku Internasional di Cairo (1995), Penghargaan Kebudayaan Sultan Bin Ali al-Owais dalam studi-studi sastra-kritik, dan Penghargaan dari Persatuan Perempuan Arab (2003).
- Menerbitkan beberapa karya, di antaranya 26 buku sastra, dan 5 buku terjemahan. Menjadi kontributor di 5 buku, dan menulis 78 makalah ilmiah yang sebagian besar telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa dunia.
- Dr. Jaber Asfour telah banyak memberikan andil besar dalam pengembangan kebudayaan Arab, karya-karyanya menjadi rujukan penting di universitas-universitas Arab.
- Setelah meninjau karya-karyanya dan kiprahnya dalam bidang keilmuan, kebudayaan dan pemikiran, khususnya dalam dunia sastra, maka The Arab Thought Foundation-Arab Honoring Awards menganugerahkan kepadanya sebuah penghargaan agung atas upaya-upayanya dalam dunia sastra.

Senin, 10 Maret 2008

Mengenal Allah Melalui Dzikir, Mencintai Rasul Melalui Pikir


Buku ini merupakan kompilasi tiga risalah penting bernuansa spiritual karya para guru sufi agung, yaitu: Imam Ibnu ‘Athai`llah As-Sakandari Asy-Syadzili, Khwajah ‘Ubaidillah Al-Ahrar An-Naqsyabandi, Maulana Muhammad Amien Al-Irbili Al-Kurdi, dan Dr. Mahmud Sayyid Shabieh Al-Mashri.

Secara umum buku ini menjelaskan dua hal berikut:

Pertama, tentang “jenjang antara” yang bisa dilalui seorang salik untuk mencapai tingkatan ma’rifat. “Jenjang antara” ini bisa disebut sebagai langkah mengenal atau mengetahui Tuhan dengan perantaraan nama-nama-Nya. Atau dengan bahasa lain, meneladani Tuhan melalui perealisasian nama-nama-Nya, khususnya nama Dzat-Nya yang Tunggal, yaitu “Allah”. Dan ini merupakan kewajiban utama seorang muslim mukallaf—yang sudah akil baligh; mampu mempersepsi yang baik dan benar—untuk mengenal Allah sebagai tujuan dari segala tujuan dan titik akhir dari semua perjalanan spiritual.

Kedua, mengenai tatacara untuk “sampai” kepada Rasulullah Saw. melalui jalan cinta (mahabbah) yang disertai dengan pengetahuan terhadap beliau. Ini sangat penting kita ketahui karena Rasulullah Saw. adalah manusia paling agung. Tidak ada manusia lain dalam sejarah yang pengaruhnya melebihi beliau. Sebagaimana tidak ada tokoh yang dicatat secara mendetail perkataan, perbuatan, dan sikapnya, bahkan figur jasadi-nya seperti yang dilakukan oleh umat Islam terhadap beliau. Beliau hanya seorang hamba, tetapi dengan kualitas-kualitas kemanusiannya mampu menerima pancaran cahaya ketuhanan saat awal penciptaan, saat di dunia dan saat semua orang diberdirikan menyaksikan amal perbuatan mereka.

Selasa, 26 Februari 2008

Come To The Right Way; Menyingkap Hidayah Allah terhadap Para Tokoh Dunia




Di era globalisasi yang kita saksikan saat ini dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih, sebagian orang Barat dan daerah-daerah lainnya berpijak pada dasar-dasar etnis dan keagamaan secara berlebihan hingga mencapai tingkatan ekstrem dan radikal. Indikasinya adalah terjadinya penindasan terhadap Islam dan kaum muslimin dengan kekuatan mereka. Mereka melakukan perbuatan yang tidak manusiawi dan upaya-upaya untuk menjelekkan citra Islam dan kaum muslimin di hadapan seluruh umat manusia di muka bumi ini. Tetapi upaya itu tidak selamanya berhasil, terkadang menuai kegagalan. Kegagalan dalam pencemaran citra Islam ini kiranya perlu diberi perhatian khusus, mengapa kegagalan itu terjadi? Apa bukti dari itu? Jawaban tepat atas kegagalan upaya mereka itu sesuai dengan firman Allah Swt.:



Mareka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang kafir tidak menyukai.” [QS. at-Taubah: 32]

Bukti kegagalan mereka sangat banyak, itu bisa kita lihat dari kisah-kisah para ilmuwan dan pemikir Barat yang telah masuk Islam. Mereka menyatakan keislaman setelah jatuh ke dalam kubang kehampaan dan keputusasaan, hingga kemudian menemukan jalan Allah yang membuat hidup mereka menjadi lebih bahagia.

Selasa, 19 Februari 2008

Valentine Abadi; Persembahan Teragung Untuk Sang Kekasih



Masihkah kita butuh satu hari untuk cinta sebagai hari raya besar?

Itulah pertanyaan yang semestinya muncul di benak kita sebagai muslim...

Valentine Day yang setiap tahun kita rayakan itu tak lebih dari sekedar pemberian mawar merah dari seorang suami terhadap istrinya, atau sekedar pengungkapan kata-kata cinta, atau sekedar momen untuk mengingat kembali kenangan-kenangan indah.

Sebagai muslim seharusnya kita merenungkan manfaat apa yang akan kita dapat dari perayaan seperti itu; orang-orang membunuh keagungan makna cinta kemudian mengambil satu hari untuk berpesta dan mengingat kembali kenangan-kenangan masa lalu.

Sebagai muslim, setiap hari bagi kita adalah hari raya untuk cinta. Setiap bisikan dari seorang suami adalah ungkapan tak tertulis bahwa dia mencintai istrinya.

Sebagai muslim, aliran kita dalam cinta adalah keikhlasan dan ketulusan. Jalan kita adalah kasih-sayang dan kata-kata yang baik; kerinduan dan harapan kita bersambung tak pernah terputus…

Jika mereka merayakan satu hari untuk cinta, maka kita hidup bersama cinta selama 365 hari.
Kalau dipikir-pikir, perayaan Valentine Day semacam itu seperti peristirahatan seorang pejuang. Kita lihat suami-istri yang hidup dalam kesusahan dan kesedihan, di saat Valentine Day datang mereka mencoba melupakan kesedihan itu, tapi bagaimana bisa mereka melupakannya?

Islam telah mengajarkan kepada kita untuk meletakkan kepala di atas bantal, sementara hati kita sudah terbebas dari hal-hal yang menyusahkan. Hingga ketika kita terbangun, kita mulai hidup ini dengan jiwa yang tenang. Islam mengajarkan kepada kita supaya kata-kata baik tidak terpisah dari lidah kita, senyuman dari mulut kita dan kelembutan hati dari tabiat kita.
Jadi, kita tidak membutuhkan satu hari untuk merayakan Valentine Day, bukankah setiap hari kita telah merayakannya?”

*****
Cinta…alangkah indah kata ini, alangkah suci maknanya, alangkah besar tanggungjawabnya…

Cinta…kata yang sering diucapkan dan mengandung ribuan makna tak terungkap…

Cinta, seperti digambarkan para pencarinya, adalah keikhlasan, ketulusan dan kesucian. Cinta adalah risalah, perjanjian dan prinsip. Cinta adalah air dan rahasia kehidupan. Cinta adalah kesenangan dan ruh bagi jiwa. Dengan cinta kehidupan menjadi jernih, jiwa berseri, dan hati pun menari. Dengan cinta segala kesalahan dimaafkan, dan segala kesilapan diungkapkan. Tanpa cinta dahan-dahan pohon tidak akan saling menyatu, kijang jantan tidak akan tertarik kepada kijang betina, awan tidak akan menangis karena gravitasi bumi, bumi pun tidak akan tertawa karena bunga-bunga musim semi, dan bahkan tidak akan ada kehidupan.

Sebagian orang yang mengenakan pakaian cinta ada yang telah keluar dari tuntunan agama dengan memasukkan hal-hal yang tidak layak ke dalamnya, menggambarkannya sebagai kenikmatan sesaat, dan selalu bersenandung dengan pengertian-pengertian yang jauh dari makna cinta.

Akan tetapi nilai cinta lebih tinggi dari klaim-klaim mereka, lebih mulia dari noda-noda yang mereka lumurkan kepadanya. Kemuliaan maknanya tidak akan pernah hilang hanya karena tentara-tentara kerusakan telah melemparnya ke tempat-tempat mereka di film-film, lagu-lagu dan berita-berita di koran-koran.

Cinta tetap menjadi awan yang menaungi dua hati yang saling mengenal karena Allah, berdasar syari’at-Nya serta melaksanakan hak-hak-Nya.

Buku ini bukanlah buku ilmiah, meskipun berpijak pada teori-teori paling modern dan pendapat-pendapat para ahli tentang masalah hubungan-hubungan keluarga.

Buku ini bukanlah buku fikih, kendati bertolak dari sumber-sumber pokok keislaman dan kaidah-kaidah agama Islam.

Juga bukan buku sosial, walaupun menjelaskan tentang bangunan keluarga dan berbagai problematikanya.

Buku ini adalah buku renungan-renungan yang dapat dibaca istri, suami, atau keduanya secara bersamaan, untuk memperluas wawasan keduanya mengenai seni cinta dan keindahan. Penulis telah berusaha menjadikan buku ini ringan dan bagus agar tidak membosankan untuk dibaca.

Buku ini penulis bumbuhi dengan kata-kata hikmah, sya’ir, ayat dan hadits, supaya menjadi oase yang bersinar, ke mana pun melihat Anda akan menemukan manfaat dan dapat menikmati cahaya.

Kita membacanya untuk belajar bagaimana memahami kejiwaan pasangan sekaligus untuk melatih diri kita menghadapi tekanan dan ketegangan hidup. Di dalamnya terdapat kecakapan-kecakapan cara memberi motivasi.

Sebagaimana, melalui buku ini, kita akan mengetahui perbedaan antara dialog yang tenang dan perdebatan yang mandul. Juga bisikan-bisikan dua sejoli di kamar tidur, di sini kita akan mengetahui...